Singapura: Temuan awal penyelidikan penerbangan Singapore Airlines yang mengalami turbulensi parah minggu lalu menunjukkan bahwa perubahan gaya gravitasi yang cepat dan penurunan ketinggian 54 meter menyebabkan cedera pada penumpang.
Seorang pria berusia 73 tahun meninggal karena dugaan serangan jantung dan puluhan lainnya terluka, setelah penerbangan SQ321 dari London ke Singapura mengalami turbulensi ekstrem secara tiba-tiba saat terbang di atas Myanmar.
Penerbangan 21 Mei dengan pesawat Boeing 777-300ER membawa 211 penumpang dan 18 awak, dialihkan ke Bangkok untuk pendaratan darurat setelah pesawat diterpa turbulensi yang menghempaskan penumpang dan awak kabin hingga menghempaskan sebagiannya ke langit-langit.
“Pesawat mengalami perubahan G (gaya gravitasi) yang cepat. Hal ini kemungkinan mengakibatkan penumpang yang tidak mengenakan sabuk pengaman dapat mengudara,” kata Kementerian Transportasi Singapura dalam sebuah pernyataan, dikutip dari ABC News, Kamis, 30 April 2024.
“Percepatan vertikal berubah dari negatif 1,5G menjadi positif 1,5G dalam waktu 4 detik. Hal ini kemungkinan mengakibatkan penumpang yang berada di udara terjatuh kembali,” lanjutnya, mengutip informasi yang diambil dari data penerbangan dan perekam suara kokpit.
“Perubahan G yang cepat dalam durasi 4,6 detik mengakibatkan penurunan ketinggian 178 kaki, dari 37.362 kaki menjadi 37.184 kaki. Rangkaian kejadian ini kemungkinan besar menyebabkan cedera pada awak dan penumpang,” tambahnya.
Adegan kacau disertai turbulensi
Penumpang yang terguncang menggambarkan kekacauan yang terjadi beberapa menit setelah kejadian dengan turbulensi yang melemparkan orang-orang ke atas lalu ke lorong sehingga menyebabkan banyak orang mengalami pendarahan dan luka di kepala.
Foto-foto kabin juga menunjukkan adanya luka di panel kabin di atas kepala, masker oksigen dan panel tergantung di langit-langit, serta bagasi berserakan.
Sementara itu, seorang penumpang mengatakan kepala beberapa orang terbentur lampu di atas kursi dan merusak panel.
Singapore Airlines mengatakan pihaknya mengakui laporan tersebut yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari penyelidik Singapura, perwakilan Boeing, dan pejabat keselamatan Amerika Serikat (AS) dan bekerja sama sepenuhnya dalam penyelidikan tersebut.
Pada Selasa malam, maskapai penerbangan tersebut mengatakan 42 orang di dalam pesawat tersebut masih berada di Bangkok, termasuk 26 penumpang yang menerima perawatan medis di rumah sakit.
Menurut pejabat medis Thailand, awalnya mereka yang dirawat di rumah sakit adalah pasien dengan cedera tulang belakang serta beberapa lainnya mengalami cedera otak dan tengkorak.
Laporan awal mengatakan bahwa saat penerbangan mengalami sedikit getaran, terjadi peningkatan ketinggian tanpa perintah yang mengakibatkan autopilot menjatuhkan pesawat ke bawah.
Pilot mengalami peningkatan kecepatan udara dan meresponsnya dengan menerapkan rem kecepatan.
“Saat mengatur kecepatan udara, terdengar seorang pilot berteriak sebagai tanda kencangkan sabuk pengaman telah dinyalakan,” katanya.
Di sisi lain, Greater Bay Airlines asal Hong Kong mengatakan pihaknya akan mewajibkan penumpang untuk mengencangkan sabuk pengaman mereka setiap saat selama penerbangan, bahkan ketika tanda sabuk pengaman dimatikan mulai hari Kamis.
Pihak perusahaan mengatakan hal itu bukan merupakan persyaratan wajib, melainkan tindakan pencegahan demi keselamatan penumpang. (Theresia Vania Somawidjaja)