Jakarta: Peneliti Bidang Kajian Microeconomics Dashboard (Micdash) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Qisha Quarina menyoroti kontroversi program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang jadi polemik.
Pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera sejak 20 Mei 2024 menimbulkan banyak polemik dan penolakan, khususnya dari asosiasi pengusaha dan buruh/pekerja yang terdampak langsung dari aturan tersebut.
Menurut Qisha, Tapera dimaksudkan sebagai dana gotong royong untuk membantu pekerja berpenghasilan rendah dalam hal pembiayaan perumahan. Namun, program ini dianggap memberatkan beban iuran pengusaha dan pekerja.
Persoalan yang terjadi di lapangan yakni lonjakan harga properti yang terlampau tinggi hingga kelayakanan properti yang disediakan pengembang.
Permasalahan sektor perumahan
Menurut dia, persoalan sektor perumahan di Indonesia juga terkait dengan rumah yang tidak memenuhi standar layak huni serta backlog perumahan karena ketimpangan yang terjadi antara pasokan dan permintaan yang tidak seimbang.
Dia juga mengatakan, tak ada jaminan PP tapera bisa terealisasi dengan baik. Meskipun, kata dia, setiap program yang berkaitan dengan dana publik tentu harus dikelola dengan dengan pengawasan dan evaluasi secara berkala. khususnya terkait dengan manajemen pengelolaan dana nasabah.
“Langkah ini bertujuan menghindari adanya mismanajemen atau penyalahgunaan anggaran dan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan dana bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mengakses perumahan layak huni,” jelas dia.
Qisha berujar, hadirnya Tapera bertujuan menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak huni, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, kepesertaan Tapera terdiri dari pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, dengan besar iuran simpanan sebesar tiga persen dari penghasilan yang dilaporkan setiap bulannya.
Ia menyebut dana hasil iuran para pekerja, pekerja mandiri, dan pemberi kerja setiap bulannya itu tak akan bisa berhasil tanpa pengelolaan transparan dan mekanisme yang baik.
Meskipun, dalam sejumlah program yang berkaitan dengan pengelolaan dana publik diikuti dengan penyalahgunaan hingga kasus korupsi.
“Kebijakan Tapera dapat berhasil apabila terdapat transparansi dan mekanisme yang baik. Selain itu, diperlukan pula pengawasan dan evaluasi secara berkala,” kata dia.