ANALOGI yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto soal korupsi memang benar adanya. Dalam pidato perdananya sebagai Presiden di Gedung DPR/MPR RI, Minggu (20/10), Prabowo menyebut kebiasaan korupsi seperti ikan yang pembusukannya dimulai dari kepala. Sebab itu ia mengingatkan para pembantunya untuk menjadi pemimpin yang bersih di pemerintahannya serta memberikan teladan bersih bagi bawahannya.
Wajar bila Presiden Prabowo langsung menohok jantung persoalan besar yang terus-menerus terjadi di negeri ini, yakni korupsi. Sebab, praktik lancung itu sudah seperti kanker ganas yang menggerogoti bangsa ini. Lebih dari separuh usianya, Prabowo mestinya sudah mengenal bagaimana birokrasi negara ini berjalan, termasuk hitam-putihnya.
Jika berkaca dari tiga presiden sebelumnya pun sudah menunjukkan bahwa ‘kepala ikan’ yang busuk itu terjadi. Sudah banyak menteri yang masuk jeruji besi dari waktu ke waktu, dari presiden lama maupun baru. Dalam tiga pemerintahan presiden terakhir saja sudah ada 14 menteri diterungku karena korupsi.
Maka, kita patut mengapresiasi pidato Presiden Prabowo yang secara terbuka memberikan peringatan agar tidak ada yang coba-coba mempraktikkan aksi kotor di pemerintahannya itu. Kepala Negara juga mewanti-wanti agar mereka yang berada di luar pemerintahan untuk tidak merayu dan berkongkalingkong dengan pejabat untuk mengeruk uang rakyat.
Prabowo bahkan menyebut jika ada pengusaha yang berselingkuh dengan kekuasaan untuk berbuat korup, maka ia bukanlah pengusaha nasionalis, bukan pengusaha yang patriotik. Praktik semacam itu mesti dibersihkan dari negeri ini.
Namun, sebaik-baik aksi pemberantasan korupsi, langkah terbaik ialah tindakan yang berlangsung sistematis. Ajakan mengedepankan kepemimpinan yang bersih harus didukung penguatan instrumen pemberantasan korupsi.
Prabowo harus memastikan bahwa tindakan tegas dan keras dari penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, juga Polri mesti berlangsung sefrekuensi dan terorketrasi. Selain itu, Prabowo perlu memastikan bahwa tindakan keras dan tegas bisa berjalan sesuai instruksinya. Maka, Prabowo mesti memperkuat semua lembaga penegak hukum itu, terutama KPK.
Kita berharap masa suram pemberantasan korupsi, termasuk masa suram KPK, bisa diakhiri di pemerintahan ini. Kita berharap janji-jani Presiden Prabowo, termasuk janji membuat anggaran khusus untuk pemberantasan dan pengejaran koruptor, akan diwujudkan dalam koridor penguatan lembaga penegak hukum, terutama KPK.
Sebelum mewujudkan soal anggaran, Presiden Prabowo juga dapat berperan besar dalam meningkatkan kinerja KPK di pemerintahannya dengan mengambil alih seleksi calon pimpinan (capim) KPK. Pada 1 Oktober lalu, Panitia Seleksi Capim KPK telah menyerahkan 10 nama capim dan 10 nama calon dewan pengawas kepada Presiden Jokowi. Sebagian nama itu dikritik publik karena rekam jejak yang meragukan.
Dengan pelantikan capim KPK yang masih dijadwalkan 19 Desember mendatang, maka masih ada waktu bagi Presiden Prabowo untuk kembali menyeleksi nama-nama yang telah diajukan pansel itu. Terlebih dalam 10 nama Capim KPK yang digugurkan Pansel terdapat nama dengan rekam jejak lebih bersih.
Penarikan kembali nama pejabat negara, bahkan pembatalan, merupakan kewenangan Presiden. Jika Presiden Prabowo benar berkomitmen memberantas korupsi, maka sejurus dengan pernyataannya, ia harus mencegah KPK menjadi ikan busuk. Terlebih dalam periode pemerintahan lalu, peran dan fungsi KPK telah dilemahkan.
Sekali lagi, KPK adalah segamblangnya lembaga yang sangat bergantung pada korsa kepemimpinan. Sebab itu janganlah justru sengaja dibuat busuk dengan para pimpinan tanpa integritas. Publik menunggu aksi tegas dan berani, sebagaimana pesan tegas dan berani dalam pidato perdana Kepala Negara.