SIDOARJO : Majelis Hakim Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman penjara empat tahun enam bulan kepada terdakwa mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor atas kasus pemotongan dana insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, Senin (23/12). Prestasi Ahmad Muhdlor selama memimpin Kabupaten Sidoarjo menjadi pertimbangan hakim meringankan hukuman terdakwa.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama 4 tahun 6 bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani.
Mantan bupati juga dikenai membayar denda Rp300 juta subsider 3 bulan penjara. Terdakwa juga harus membayar uang penganti sebesar Rp 1,4 milliar. Apabila uang tersebut tidak dibayarkan setelah satu bulan putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh negara untuk menutupi uang penganti tersebut. Apabila masih kurang mencukupi, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama satu tahun 6 bulan.
Atas putusan itu, terdakwa Ahmad Muhdlor melalui tim pengacaranya mengatakan pikir pikir dulu. Demikian pula dengan pihak Jaksa Penuntut Umum KPK juga menyatakan hal yang sama pikir-pikir dulu.
Putusan 4 tahun 6 bulan majelis hakim itu lebih rendah dari tuntutan JPU KPK. Sebelumnya JPU KPK menuntut hukuman enam tahun empat bulan pada terdakwa Muhdlor.
Putusan membayar denda sama dengan tuntutan JPU KPK, hanya subsider turun dari enam bulan menjadi tiga bulan. Demikian pula putusan membayar uang pengganti sesuai tuntutan JPU KPK. Hanya hukuman apabila tidak mampu membayar turun, dari tiga tahun menjadi satu tahun enam penjara.
Majelis hakim menilai terdakwa secara sah dan menyakinkan telah melanggar pasal 12 Huruf E Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Ada banyak hal yang meringankan hukuman terdakwa Ahmad Muhdlor. Diantaranya belum pernah dihukum, bersikap sopan, menjadi tulang punggung keluarga dan memiliki banyak prestasi saat memimpin Kabupaten Sidoarjo.
“Terdakwa telah berhasil membangun infrastruktur untuk Sidoarjo dan meningkatkan pendapatan daerah. Dari sebelumnya hanya Rp800-900 miliar hingga Rp1,2 triliun,” kata Hakim Ni Putu Sri Indayani.
Penasihat hukum terdakwa Ahmad Muhdlor, Mustofa Abidin mengatakan, pihaknya masih pikir-pikir dengan putusan tersebut. Sejak awal pihaknya berkeyakinan bahwa JPU tidak bisa membuktikan kesalahan Muhdlor di persidangan.
“Namun, kami tetap menghormati keputusan majelis hakim. Kami juga punya beberapa catatan, ada yang menurut kami tidak tepat, ada fakta persidangan yang berbeda dengan yang dibacakan majelis hakim. Kami masih pikir-pikir apakah melakukan upaya hukum (banding) selanjutnya atau tidak. Tapi Insya Allah kami punya materi untuk melakukan banding, kita masih diskusikan dengan terdakwa,” kata Mustofa.
Seperti diketahui, bersama mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Kasubag Kepegawaian Umum BPPD Sidoarjo Siskawati, Ahmad Muhdlor kesandung kasus pemotongan dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo senilai Rp8,5 miliar. Ari Suryono sudah divonis lima tahun penjara, dan Siskawati divonis empat tahun.
Dalam sidang pledoi sebelumnya, Muhdlor membeberkan Indikator Kinerja Utama (IKU) di akhir jabatannya sebagai bupati menunjukkan penilaian yang baik, bahkan melampaui target di tahun 2026. Nilai indeks infrastruktur pada 2023 mencapai 0,843 poin, jauh melampaui target RPJMD yang dicanangkan di tahun 2026 yang ditetapkan sebesar 0,796 poin.
Demikian pula indeks kemiskinan tercatat 5,00 poin pada 2023, lebih baik dari target tahun 2026. Selanjutnya Pertumbuhan ekonomi Sidoarjo mencapai 6,16 poin, melampaui target tahun 2026 yang hanya 5,53 poin. Kemudian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2023 tercatat 81,88 poin, melebihi target 81,62 poin yang ditetapkan untuk tahun 2026.
Muhdlor juga menegaskan bahwa selama kepemimpinannya hingga tahun 2023, pendapatan pajak daerah terus mengalami kenaikan signifikan.
“Di tahun 2020 realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp929 miliar. Di tahun 2021 periode saya memimpin sebagai Bupati Sidoarjo naik menjadi Rp1 triliun. Naik lagi di Tahun 2022, meningkat lagi menjadi Rp1,215 triliun. Dan di tahun 2023 mencapai Rp1,3 triliun. Total kenaikan sejak 2020 hingga 2023 mencapai lebih dari 40 persen, setara dengan Rp373 miliar,” kata Muhdlor dalam pleidoi. (HS)