Jakarta: Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 diperkirakan akan lebih tinggi dari yang telah ditargetkan.
Pemerintah mengerek besaran defisit menjadi di kisaran 2,3 persen hingga 2,8 persen, lebih tinggi dari asumsi awal di angka 2,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Defisit tahun ini yang direncanakan dalam APBN 2,29 persen atau 2,3 persen, tetapi outlook-nya itu 2,8 persen,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di kantornya, Jakarta, dilansir Media Indonesia, Senin, 26 Februari 2024.
Pelebaran outlook defisit anggaran itu, kata dia, dibahas oleh para menteri dan presiden dalam Sidang Kabinet pagi tadi di Istana Kepresidenan.
Alasan pelebaran defisit
Salah satu alasan pelebaran defisit ialah karena adanya keperluan penambahan anggaran subsidi pupuk.
Usul yang muncul dari sidang kabinet ialah anggaran untuk menyubsidi pupuk ditambah Rp14 triliun. Sebab, alokasi dana subsidi pupuk yang tersedia saat ini senilai Rp26 triliun dinilai tak mencukupi.
Pasalnya alokasi dana tersedia itu hanya bisa memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi sebanyak 5,7 juta ton.
“Karena kita butuh subsidi pupuk sesuai dengan jumlah setiap tahunan, biasanya sekitar 7-8 juta ton. Jadi jelas tidak cukup. Itu tercermin dari produksi padi, bukan hanya karena pupuk, tetapi juga karena El Nino, itu turunnya banyak. Januari-Maret itu demand dan supply delta-nya sudah short 1 juta,” jelas Airlangga.
Alasan kedua dari pelebaran defisit tersebut ialah untuk menjalankan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam rangka mitigasi fluktuasi harga sembako. Program itu, kata Airlangga, menghabiskan dana negara hingga Rp11 triliun.
Selain dua hal itu, pemerintah juga sepakat tidak akan mengubah tarif listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM), setidaknya sampai Juni 2024.
Penundaan pengubahan tarif itu dinilai turut menjadi sebab pelebaran defisit guna memberi subsidi energi dan kompensasi kepada Pertamina dan PLN.
“Tidak ada kenaikan listrik, tidak ada kenaikan BBM sampai dengan Juni, baik itu yang subsidi maupun nonsubsidi. Itu akan membutuhkan additional anggaran untuk Pertamina maupun PLN. Itu nanti akan diambil baik nanti dari SAL maupun dari pelebaran defisit di 2024,” tutur Airlangga.