Surabaya, Geotechnical Engineering Competition (GEC) 2025 memasuki babak final dengan menyaring 11 tim terbaik dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Babak pamungkas yang digelar di Kampus Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pada Sabtu, (15/11/2025), menjadi ajang adu ketepatan perencanaan dan kekuatan prototipe perkuatan lereng yang dirancang para finalis.
Direktur Teknik Teknindo Geosistem Unggul, Azmi Lisani Wahyu, S.T., M.T., menjelaskan bahwa tahapan lomba tahun ini dirancang untuk menilai kemampuan peserta dalam merencanakan dan memodelkan rekayasa stabilitas lereng secara komprehensif.
Ia menyebut, sehari sebelumnya para peserta telah memaparkan proposal perencanaan di hadapan dewan juri, yang menyumbang 60 persen nilai akhir. Sementara demonstrasi prototipe pada hari final menjadi penentu 40 persen sisanya.
Azmi menerangkan bahwa total 38 tim dari 17 perguruan tinggi berpartisipasi pada tahap awal. Setelah proses seleksi, hanya 11 tim yang berhak melaju ke babak final.
Komposisi finalis terdiri atas empat tim dari Universitas Gadjah Mada, dua dari Institut Teknologi Bandung, dua dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, serta masing-masing satu tim dari Universitas Palangka Raya, Universitas Brawijaya, dan Universitas Katolik Parahyangan.
Pada babak final, setiap tim memodelkan konstruksi perkuatan lereng yang telah mereka rencanakan.
Lereng berupa timbunan pasir kemudian dibebani menggunakan ember berisi batu pecah seberat sekitar 32,5 kilogram sebagai representasi beban desain.
Stabilitas prototipe menjadi indikator utama, terutama untuk melihat apakah struktur tetap aman sebelum terjadi titik longsor.
Bila prototipe runtuh saat beban ditambah, tim akan mengalami pengurangan nilai.
Azmi menambahkan bahwa kompetisi ini relevan dengan situasi aktual di sejumlah wilayah Indonesia yang rawan longsor, terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Dalam simulasi ini peserta menggunakan material biosintetik berupa kain spunbond yang menyerupai biotekstil, material yang telah banyak diterapkan di lapangan untuk meningkatkan stabilitas lereng.
Ia menilai kompetisi ini memberi pengalaman teknis dan pemahaman praktis kepada mahasiswa mengenai penerapan teknologi geoteknik dalam mitigasi bencana.
Teknindo Geosistem Unggul telah menjadi sponsor tetap GEC selama 11 tahun, dan lima tahun terakhir mendapat dukungan dari Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI).
Ia berharap finalis terbaik dapat memperoleh akses menuju forum ilmiah tahunan HATTI sebagai bentuk apresiasi atas prestasi akademik dan inovasi yang ditampilkan.
Salah satu peserta, Clarissa Aurelia, mahasiswa Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM) semester 7, menjelaskan pendekatan teknis yang timnya gunakan.
Mereka membangun timbunan pasir Lumajang dengan tinggi dan panjang masing-masing 80 cm serta kemiringan 2:1.
Perkuatan dirancang untuk menahan beban rencana 32,5 kilogram. Clarissa mengakui adanya kendala teknis dalam konstruksi seperti beberapa paku yang keluar dari posisi, namun panitia memberikan solusi dengan menambahkan lapisan gabus.
Ia menilai penggunaan Geotekstil –kain sintetis yang permeabel (tembus air) dan digunakan dalam berbagai aplikasi teknik sipil, seperti pemisahan, penyaringan, penguatan, drainase, dan perlindungan– memberikan keunggulan karena dapat memperkuat lereng sekaligus berfungsi sebagai filtrasi dan separator tanah.
Angger Retro, Ketua Pelaksana GEC 2025 menjelaskan bahwa tahun ini mengusung tema “Emphasizing Green Constructions”. Tema tersebut menekankan efisiensi material demi mendukung prinsip pembangunan berkelanjutan.
Peserta ditantang merancang perkuatan lereng menggunakan geosintetik dan memadukannya dengan konstruksi prototipe yang tersedia.
Menurutnya, tantangan terbesar bagi tim adalah memastikan kesesuaian antara perencanaan dan proses konstruksi, terutama karena faktor pengukuran dan karakter material yang digunakan.
Ia menuturkan bahwa perbedaan utama GEC 2025 dibanding tahun sebelumnya terletak pada jenis timbunan dan material perkuatan.
Tahun lalu digunakan timbunan tegak dan retaining wall, sedangkan tahun ini diarahkan pada timbunan miring dengan kemiringan 2V:1H dan penggunaan biotekstil.
Pendekatan tersebut dinilai lebih dekat dengan praktik konstruksi ramah lingkungan yang menjadi fokus kompetisi tahun ini.
GEC 2025 kembali menjadi ruang bagi mahasiswa teknik sipil dari seluruh Indonesia untuk mengasah keahlian rekayasa tanah, memahami dinamika stabilitas lereng, serta menguji inovasi secara langsung melalui prototipe. Kompetisi ini bukan sekadar ajang adu keterampilan, melainkan sarana pembelajaran nyata tentang bagaimana rekayasa geoteknik berperan penting dalam mencegah bencana longsor dan mendukung pembangunan berkelanjutan.

