Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami laporan dugaan gratifikasi terkait perebutan kursi wakil dan ketua DPD. Sebanyak 95 senator dikabarkan terlibat.
Verifikasi untuk memastikan laporan itu bisa ditindaklanjuti KPK. Termasuk, membuka penyelidikan atas aduan itu.
KPK juga bisa memeriksa sejumlah pihak. Setyo menyebut hal itu menjadi kewenangan tim di bagian pengaduan masyarakat (dumas).
“Nanti kan mengarah seperti itu, tapi, sebelum itu ada proses presentasi yang dilakukan oleh tim dumas,” ujar Setyo.
KPK menegaskan tidak akan pandang bulu terkait perkara ini. Jika ada bukti, siapa pun akan ditindak tegas.
“Kami menempatkan semua perkara tentunya sama. Kalau misalnya tahapan verifikasi dan validasi itu yang dilakukan dumas akurat, ya kami juga memastikan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum,” kata Setyo.
Proses pemilihan Wakil dan Ketua DPD dilaporkan ke KPK. Pelapor menduga adanya pemberian dan penerimaan gratifikasi terkait perebutan kursi pimpinan senator itu.
“Kita di sini sudah menyampaikan kewajiban kita sebagai pelapor,” kata Advokat Azis Yanuar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 18j Februari 2025.
Azis merupakan kuasa hukum dari pelapor yakni Muhammad Fithrat Irfan. Kliennya dipanggil KPK hari ini untuk memberikan bukti tambahan.
“Tadi sudah disampaikan bukti-bukti tambahan yang memang diperlukan oleh pihak KPK untuk memproses pelaporan yang sudah dimasukkan oleh beliau pada Desember 2024 yang lalu,” ucap Azis.
Menurut dia, salah satu bukti yang diberikan ke KPK berupa rekaman percakapan kliennya dengan petinggi partai. Namun, dia enggan memerinci sosok politikus yang diadukan ke Lembaga Antirasuah.
“Jadi di sini bukan hanya terkait DPD, ternyata ada juga petinggi partai yang diduga terlibat dalam hal tersebut,” ujar Azis.
Dalam aduannya, perebutan kursi DPD disebut tergantung pada nominal gratifikasi yang diberikan. Untuk jabatan ketua, minimal kandidat memberikan USD5.000 ke sejumlah orang.