Bojonegoro, metrotvjatim – Karena merasa diperlakukan sewenang-wenang, puluhan warga ring satu menggelar aksi blokade akses lapangan proyek gas Unitisasi Jambaran Tiung Biru, Bojonegoro, Jawa Timur. Aksi blokade dilakukan dengan cara menghadang jalur utama menuju proyek dengan bus dan beberapa unit minibus di tengah badan jalan.
Sejumlah kontraktor lokal melakukan aksi blokade akses jalan menuju kawasan Proyek gas di Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB) yang berasa di Desa Bandungrejo Kecamatan Ngasem, Bojonegoro, Jawa Timur. Pada selasa (22/4/2025).
Mereka memarkirkan bus dan sejumlah unit kendaraan operasional di tengah jalan, akses keluar-masuk lokasi proyek. Aksi tersebut sebagai bentuk protes terhadap kebijakan perusahaan sebab para kontraktor lokal tidak diberdayakan secara maksimal.
Mereka menilai, lapangan proyek yang dioperatori oleh Pertamina EP Cepu (PEPC) Zona 12 tersebut tidak berpihak pada pelaku usaha lokal, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 23 Tahun 2011 tentang Konten Lokal.
Padahal, harapan besar telah digantungkan masyarakat agar keberadaan proyek besar seperti JTB bisa meningkatkan taraf hidup warga sekitar, salah satunya melalui kesempatan kerja bagi kontrak lokal.
Aksi blokade yang sudah dilakukan mulai malam hingga siang hari ini mendapatkan pengawalan cukup ketat dari puluhan personil aparat kepolisian dan TNI.
Perwakilan Daya Patra, Fauzan menyebut bahwa sebelumnya pihaknya telah mengusulkan kepada panitia tender agar perda tersebut dijadikan salah satu acuan teknis dalam persyaratan dokumen Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS).
Usulan itu disampaikan pada tahap penjelasan awal (pre-bid meeting), namun ditolak tanpa alasan yang jelas oleh panitia tender yang diketuai oleh Harmadi.
“Panitia tetap melanjutkan tender dengan keputusan sepihak dan hanya meminta persetujuan dari peserta tender yang mayoritas bukan kontraktor lokal,” ungkap Fauzan.
Pihaknya juga menuding ada indikasi pengabaian terhadap pelaku usaha lokal secara sistematis dan mencolok. Hal ini, menurut mereka, tampak dalam proses tender pekerjaan fireman yang sebelumnya dipegang Daya Patra, namun kini dialihkan ke BUMN SUCOFINDO melalui skema tender yang dinilai penuh rekayasa.
Fauzan menyebut bahwa panitia tender dengan sengaja mengubah klasifikasi KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia), sehingga mereka tidak memenuhi syarat untuk mengikuti proses tersebut. Padahal, nilai pekerjaan fireman berada di bawah Rp15 miliar, yang semestinya menjadi ruang bagi pelibatan pelaku usaha kecil dan lokal, sesuai dengan instruksi dari Menteri BUMN.
Tak hanya itu, proyek kerja sama operasi (KSO) antara Daya Patra dan CV. Reifan yang sebelumnya telah dikontrak, juga tidak dipanggil (call-off) hingga batas akhir pelaksanaan.
Kondisi ini dianggap sangat merugikan secara ekonomi dan menghambat pengembangan kapasitas usaha lokal. Bahkan, jaminan pelaksanaan senilai lebih dari Rp400 juta yang telah mereka keluarkan menjadi sia-sia.
Kekecewaan juga muncul terkait tender COO pipeline maintenance, di mana Daya Patra tidak dilibatkan meskipun memiliki pengalaman dalam proyek pengerjaan pipeline.
Pengalaman mereka ditolak dengan alasan tidak memiliki spesifikasi di bidang maintenance, sehingga kontrak pipeline yang pernah dikerjakan tak diakui sebagai referensi.
“Kalau dicek lebih jauh, proyek-proyek yang dikerjakan oleh kontraktor luar Bojonegoro jumlahnya sangat dominan. Sementara pengusaha lokal justru termarjinalkan. Ini membuktikan bahwa amanat Perda Nomor 23 Tahun 2011 tidak dijalankan dengan baik,” tegas perwakilan Daya Patra.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pertamina EP Cepu belum memberikan tanggapan secara resmi terkait aksi protes ini.