Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera memanggil mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. RK bakal dimintai keterangan soal dugaan rasuah pengadaan iklan, di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk.
“Terkait kapannya (pemanggilan Ridwan Kamil), tentunya sesegera mungkin akan kami panggil untuk seluruh saksi-saksi,” kata pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Maret 2025.
Budi mengatakan pemeriksaan Ridwan penting untuk mengklarifikasi sejumlah bukti, yang diambil penyidik dari rumah dia. Pemanggilan merupakan standar operasional pascapenggeledahan.
“Untuk mengklarifikasi terhadap barang bukti yang kami ambil maupun kami sita dari tempat yang bersangkutan,” ujar Budi.
Budi menyatakan bahwa Ridwan Kamil bukan saksi maupun tersangka dalam kasus ini. Sebab, dia belum pernah diperiksa sama sekali, jadi, belum bisa disebut sebagai saksi.
“Bapak RK ini statusnya apa? Kalau statusnya sampai saat ini beliau ya di dalam perkara ini saksi juga belum ya, karena belum, belum dipanggil saksi,” terang Budi.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membuat negara merugi Rp222 miliar. Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.
Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah.