Surabaya – metrotvjatim.com, Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tuberkulosis (TBC) di Kota Surabaya, terus dilakukan oleh Pemkot Surabaya, salah satunya dengan pemberian pengobatan gratis secara rutin kepada pasien penderita TBC. Tidak hanya itu Pemkot Surabaya juga akan menerapkan sanksi sosial terhadap pasien TBC yang tidak mau atau mangkir berobat secara rutin. Bentuk sanksi sosial yang akan diberlakukan salah satunya adalah, menonaktifkan nomor induk kependudukan (NIK) pasien TBC.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, masyarakat yang menderita penyakit TBC diharapkan segera melakukan pengobatan rutin di fasilitas kesehatan (fasyankes) yang telah disediakan oleh pemkot, agar penanganan penyakit TBC di Kota Surabaya dapat teratasi baik ke depannya. “Sudah tahu sakit kenapa tidak mau diobati, nggak mau menjaga dirinya, kalau itu (penderita TBC) berjalan kan bisa menular ke orang lain. Kita punya datanya, sehingga nanti kalau warga Surabaya memang dia sakit, kemudian tidak mau diobati ya sudah, kita bekukan KTP-nya,” ujar Eri.
Berkaca dari penyakit Covid-19 yang sempat mewabah lima tahun lalu, jika tidak saling menjaga diri satu sama lain, maka TBC bisa menular cepat seperti virus Corona. Agar TBC tidak semakin meluas ke seluruh warga Kota Surabaya, pemkot akan memberikan sanksi sosial yakni penonaktifan NIK dan BPJS pasien TBC yang mangkir berobat.
”Ya NIK dan BPJS diberhentikan semuanya, termasuk kegiatan yang untuk administrasi kependudukan akan kita bekukan semuanya. Karena kan itu membahayakan warga semuanya, baru bisa aktif lagi ketika pasien mau berobat lagi, lalu mau sanksi apa yang akan kita berikan lagi? Kalau tidak mau berobat, kemudian menular ke warga lainnya kan jadi bahaya,” kata Eri.
Sanksi ini diterpakan berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan TBC di Kota Surabaya, dengan tujuan eliminasi TBC di Kota Surabaya tahun 2030 tercapai, serta untuk memastikan masyarakat mendapatkan hak sehat melalui fasilitasi skrining TBC, baik di fasyankes dan mandiri, serta memastikan penderita TBC mendapatkan pelayanan sesuai standar dan menurunkan angka putus berobat.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Surabaya, Nanik Sukristina menyebut, berdasarkan perwali nomor 117 tahun 2024 pasal 26 dan 29, pasien penderita TBC Sensitif Obat (SO) dan TBC Resisten Obat (RO) yang mangkir satu minggu tanpa konfirmasi dan terdapat indikasi menolak pengobatan, maka rumahnya akan ditempel stiker “Mangkir Pengobatan”, oleh tim Hexahelix, yang terdiri dari unsur kecamatan, kelurahan, puskesmas, Bhabinkamtibmas, Babinsa, RT/RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, Satgas TBC, Kader Surabaya Hebat, hingga peer educator.
”Mekanisme yang dilakukan dengan intervensi berupa satu kali kunjungan rumah oleh puskesmas dan dua kali kunjungan rumah oleh Tim Hexahelix wilayah, untuk memberikan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) sanksi administratif. Jika sudah dilakukan intervensi sebanyak tiga kali dan tetap tidak ada perubahan, maka dilakukan pemasangan stiker “Mangkir Pengobatan” di rumah pasien,” kata Nanik.
Pemkot juga akan melakukan penonaktifan NIK dan BPJS jika penderita TBC SO dan TBC RO menolak untuk ditempel stiker “Menolak Pengobatan” dan tidak mau menandatangani surat pernyataan ketika menolak pengobatan.
“Pasien TBC yang telah melakukan penandatanganan penolakan pengobatan, dilakukan pemasangan stiker menolak dan pasien TBC yang menolak melakukan penandatanganan tersebut, maka akan dibuatkan berita acara penolakan dan pasien menandatangani surat pernyataan menolak pengobatan TBC. Jika tidak kembali melakukan pengobatan, maka akan masuk ke alur penonaktifan KK dan BPJS Kesehatan,” ucapnya.
Jika pasien TBC SO dan TBC RO sudah kembali melakukan pengobatan, makanpuskesmas bersama Tim Hexahelix akan melakukan proses pengaktifan kembali KK dan BPJS Kesehatan, sesuai dengan ketentuan kondisi pasien dalam keadaan sehat atau sakit. Tidak hanya kepada warga Surabaya, Pemkot juga menerapkan hal tersebut bagi warga pindah datang dari luar kota. Berdasarkan Perwali nomor 117 Pasal 1 ayat 19, Pasal 9, dan 25 huruf f, pemohon pindah masuk dari luar Kota Surabaya wajib melakukan skrining TBC di puskesmas wilayah.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Surabaya, Eddy Christijanto menyampaikan, jika ada pasien penderita TBC yang tidak mau mengikuti pengobatan yang dilakukan Pemkot Surabaya, maka pembuatan KTP atau NIK beserta BPJS Kesehatannya akan dinonaktifkan. “Sehingga mereka tidak bisa melakukan pengobatan ke unit-unit faskes, akan tetapi kalau mereka mau mengikuti pengobatan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya sampai sembuh, maka mereka tidak ada konsekuensi itu,” kata Eddy.
Bagi penduduk yang pindah dari luar kota ke Surabaya, setelah mengurus KK dan sebelum diterbitkannya KTP, maka orang tersebut wajib mengikuti skrining TBC yang dilakukan oleh Dinkes Surabaya. Jika hasil skrining tersebut dinyatakan tidak ada indikasi terjangkit TBC, maka bisa segera dilakukan pencetakan KTP oleh Dispendukcapil.(*)